link within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

CONNECT WITH

Kamis, 24 Maret 2011

PERINGATAN BANDUNG LAUTAN API

BANDUNG LAUTAN API
Insiden Perobekan Bendera
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, Indonesia
belum sepenuhnya merdeka.
Kemerdekaan harus dicapai
sedikit demi sedikit melalui
perjuangan rakyat yang rela
mengorbankan segalanya.
Setelah Jepang kalah, tentara
Inggris datang untuk melucuti
tentara Jepang. Mereka
berkomplot dengan Belanda
(tentara NICA) dan memperalat
Jepang untuk menjajah kembali
Indonesia.
Berita pembacaan teks
Proklamasi Kemerdekaan dari
Jakarta diterima di Bandung
melalui Kantor Berita DOMEI pada
hari Jumat pagi, 17 Agustus
1945. Esoknya, 18 Agustus 1945,
cetakan teks tersebut telah
tersebar. Dicetak dengan tinta
merah oleh Percetakan Siliwangi.
Di Gedung DENIS, Jalan Braga
(sekarang Gedung Bank Jabar),
terjadi insiden perobekan warna
biru bendera Belanda, sehingga
warnanya tinggal merah dan
putih menjadi bendera
Indonesia. Perobekan dengan
bayonet tersebut dilakukan oleh
seorang pemuda Indonesia
bernama Mohammad Endang
Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945,
dibentuk Badan Keamanan
Rakyat (BKR), disusul oleh
terbentuknya Laskar Wanita
Indonesia (LASWI) pada tanggal
12 Oktober 1945. Jumlah
anggotanya 300 orang, terdiri
dari bagian pasukan tempur,
Palang Merah, penyelidikan dan
perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk
keadaan terjadi pada tanggal 25
November 1945. Selain
menghadapi serangan musuh,
rakyat menghadapi banjir besar
meluapnya Sungai Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut
dan ribuan penduduk kehilangan
tempat tinggal. Keadaan ini
dimanfaatkan musuh untuk
menyerang rakyat yang tengah
menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan
terus dilakukan oleh pihak
Inggris dan Belanda. Tanggal 5
Desember 1945, beberapa
pesawat terbang Inggris
membom daerah Lengkong
Besar. Pada tanggal 21 Desember
1945, pihak Inggris menjatuhkan
bom dan rentetan tembakan
membabi buta di Cicadas. Korban
makin banyak berjatuhan.
Bandoeng Laoetan Api
Ultimatum agar Tentara Republik
Indonesia (TRI) meninggalkan
kota dan rakyat, melahirkan
politik "bumihangus". Rakyat
tidak rela Kota Bandung
dimanfaatkan oleh musuh.
Mereka mengungsi ke arah
selatan bersama para pejuang.
Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung
diambil melalui musyawarah
Majelis Persatuan Perjuangan
Priangan (MP3) di hadapan
semua kekuatan perjuangan,
pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution
selaku Komandan Divisi III,
mengumumkan hasil
musyawarah tersebut dan
memerintahkan rakyat untuk
meninggalkan Kota Bandung.
Hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir
panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh
TRI dan rakyat dengan maksud
agar Sekutu tidak dapat
menggunakannya lagi. Di sana-
sini asap hitam mengepul
membubung tinggi di udara.
Semua listrik mati. Inggris mulai
menyerang sehingga
pertempuran sengit terjadi.
Pertempuran yang paling seru
terjadi di Desa Dayeuhkolot,
sebelah selatan Bandung, di
mana terdapat pabrik mesiu
yang besar milik Sekutu. TRI
bermaksud menghancurkan
gudang mesiu tersebut. Untuk
itu diutuslah pemuda
Muhammad Toha dan Ramdan.
Kedua pemuda itu berhasil
meledakkan gudang tersebut
dengan granat tangan. Gudang
besar itu meledak dan terbakar,
tetapi kedua pemuda itu pun ikut
terbakar di dalamnya. Staf
pemerintahan kota Bandung
pada mulanya akan tetap tinggal
di dalam kota, tetapi demi
keselamatan maka pada jam
21.00 itu juga ikut keluar kota.
Sejak saat itu, kurang lebih pukul
24.00 Bandung Selatan telah
kosong dari penduduk dan TRI.
Tetapi api masih membubung
membakar kota. Dan Bandung
pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung
tersebut merupakan tindakan
yang tepat, karena kekuatan TRI
dan rakyat tidak akan sanggup
melawan pihak musuh yang
berkekuatan besar. Selanjutnya
TRI bersama rakyat melakukan
perlawanan secara gerilya dari
luar Bandung. Peristiwa ini
melahirkan lagu "Halo-Halo
Bandung" yang bersemangat
membakar daya juang rakyat
Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian
menjadi istilah yang terkenal
setelah peristiwa pembakaran
itu. Banyak yang bertanya-tanya
darimana istilah ini berawal.
Almarhum Jenderal Besar A.H
Nasution teringat saat
melakukan pertemuan di
Regentsweg (sekarang Jalan
Dewi Sartika), setelah kembali
dari pertemuannya dengan Sutan
Sjahrir di Jakarta, untuk
memutuskan tindakan apa yang
akan dilakukan terhadap Kota
Bandung setelah menerima
ultimatum Inggris.
Jadi saya kembali dari Jakarta,
setelah bicara dengan Sjahrir itu.
Memang dalam pembicaraan itu
di Regentsweg, di pertemuan itu,
berbicaralah semua orang. Nah,
disitu timbul pendapat dari
Rukana, Komandan Polisi Militer
di Bandung. Dia berpendapat,
“ Mari kita bikin Bandung Selatan
menjadi lautan api.” Yang dia
sebut lautan api, tetapi
sebenarnya lautan air ”
A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api
muncul pula di harian Suara
Merdeka tanggal 26 Maret 1946.
Seorang wartawan muda saat
itu, yaitu Atje Bastaman,
menyaksikan pemandangan
pembakaran Bandung dari bukit
Gunung Leutik di sekitar
Pameungpeuk, Garut. Dari
puncak itu Atje Bastaman melihat
Bandung yang memerah dari
Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje
Bastaman dengan bersemangat
segera menulis berita dan
memberi judul Bandoeng Djadi
Laoetan Api. Namun karena
kurangnya ruang untuk tulisan
judulnya, maka judul berita
diperpendek menjadi Bandoeng
Laoetan Api.
http://www.asal-
usul.com/2009/0 3/sejarah-
bandung-lautan-api.ht ml


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More