HAVANA - Sebagai seorang lelaki, dia tergolong pemalu dan melankolis. Sebagai pejuang, dia sosok yang disegani sekaligus dipuja. Sapa dia, Hey (Che)! Ernesto Guevara. Rambutnya dibiarkan panjang tergerai tak tertata.
Baret hijau dengan emblem bintang merah yang digunakan hanya mampu menutupi sebagian rambutnya menjuntai tanpa arah. Kumis, jenggot, dan jambangnya yang lebat menyatu menutupi sebagian wajahnya. Alisnya yang tebal mengambang di atas bola matanya. Urakan dan sangar.
Namun, wajahnya yang oval dengan sorot mata dalam memancarkan kesederhanaan dan ketenangan. Kesan urakan yang tertangkap pertama berubah menjadi bak sebuah misteri yang belum terungkap. Ada pancaran kewibawaan dan semangat yang berkobar di sana. Itulah potret Ernesto Guevara, ikon pejuang sosialis asal Argentina, yang berhasil diabadikan seorang fotografer Kuba bernama Alberto Diaz Gutierrez, yang populer dengan nama Alberto Korda.
Jepretan foto Korda pada 5 Maret 1960 di Havana itu hingga kini menjadi ikon yang terkenal di seluruh dunia. Guevara memiliki nama lengkap Ernesto Che Guevara de la Serna. Dia dikenal El Che atau Che Guevara. Nama Che dipopulerkan ketika Guevara menjabat sebagai Gubernur Bank Kuba dan digunakan untuk tanda tangan di mata uang. Che dalam bahasa Argentina sama artinya seperti sapaan hey (hai).
Korda tak pernah menyangka bisa mengabadikan sosok Che Guevara dalam pose yang "hidup" dan wajar tanpa rekayasa. Sebab, Che Guevara dikenal sebagai sosok yang pemalu jika berhadapan dengan fotografer. Foto itu didapat ketika Che Guevara mendampingi Pemimpin Kuba Fidel Castro, yang berpidato di Memorial Service, Havana.
Saat Castro berpidato, tanpa sepengetahuan Che Guevara, Korda berhasil mengabadikan sosoknya dalam dua jepretan foto. "Saat itu, saya melihat dia (Che Guevara) melangkah maju dengan pandangan ke depan di samping Fidel Castro yang sedang berpidato. Sejenak saya menunggu untuk mendapat momen yang tepat.Saya baru mengambil gambarnya dua frame, dia sudah menghilang," tutur Korda dalam sebuah wawancara dengan Guardian ketika masih hidup.
Meski hanya mendapatkan dua frame, Korda yang saat ini bekerja untuk Harian Cuba sangat beruntung. Tanpa susah payah, dia berhasil mengabadikan sosok Che Guevara. Pasalnya, banyak fotografer lain yang kesulitan untuk mendapat gambar Che Guevara karena tak suka dengan publikasi sekaligus pemalu. Liborio Noval dan Roberto Salas, fotografer Harian Revolucion, pernah mencoba mengambil foto Che Guevara tanpa sepengetahuan Che.
Namun, baru sekali jepretan, Che meminta mereka menghentikan memotretnya. "Oke, tadi sudah cukup. Jangan ambil gambar saya lagi. Saya bukan tokoh penting," ujar Che kepada Noval dan Salas.
Noval tak pernah menyerah untuk mendapatkan gambar sosok Che Guevara dalam posisi natural. Untuk mendapatkan gambar Che Guevara mendorong gerobak berisi gula, Noval harus ikut mendorong gerobak semen beberapa jam untuk mendapatkan kesempatan itu. Salas yang berhasil merekam gambar Che Guevara dengan pose menghisap cerutu harus mengendap-endap di sela-sela kunjungan kerja tokoh Revolusi Kuba itu ke Uni Soviet dan China.
Satu-satunya foto yang didapat secara sukarela dari Che Guevara ketika dia bersama Fidel Castro bermain golf dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Dwight Eisenhower ketika berkunjung ke Washington. Main golf dijadikan ajang melobi AS agar tak melarang impor gula ke Kuba. Sosok Che Guevara dikenal pemalu, terutama di depan kamera. Padahal, saat itu dia menjabat sebagai Gubernur Bank Kuba selama 14 bulan dan Menteri Industri Kuba setelah bersama Castro berhasil menggulingkan pemerintah diktator Kuba Fulgencio Batista pada 1959.
Bukan hanya pemalu, Che Guevara pun menyimpan sisi melankolis. Itu terlihat dalam suratnya kepada kedua orangtuanya –Ernesto Guevara Lynch dan Celia de la Serna– ketika memutuskan meninggalkan segala kemewahan dan jabatan di Kuba untuk berjuang bersama gerilyawan Kongo pimpinan Laurent Kabila pada 1965.
"Salam sayang untuk kalian.Sekali lagi, saya memutuskan turun berjuang mengangkat senjata… Saya sangat mencintai kalian semua, hanya saya tak tahu bagaimana mengungkapkannya kepada kalian… Saya pikir kalian pun tak akan bisa mengerti sikap saya. Meski demikian, percayalah kepada saya.Terimalah pelukan hangat dari anak kalian yang nakal dan keras hati, Ernesto."
Sikap pemalu dan melankolis Che Guevara mengantarkannya kepada jalan merah revolusi. Dia tak rela melihat rakyat Amerika Latin dieksploitasi di bawah penindasan bangsa-bangsa besar yang kapitalis. Bagi dia, revolusi dan angkat senjata merupakan solusi melawan kapitalisme. Lelaki kelahiran Rosario, 4 Juni 1928, itu lebih senang mengambil jalan revolusi yang keras dan berisiko.
Padahal, sebenarnya Che Guevara bisa memilih meneruskan sekolah kedokterannya agar hidup layak dan bergelimang harta. "Saya tak pernah menyesal. Saya senang dengan pilihan jalan hidup ini," ujarnya.
Untuk menentang liberalisme dan kapitalisme, Che Guevara berkelana ke beberapa negara di Amerika Latin dan Afrika, mulai Guetemala pada 1954, Kuba, Kongo, dan hingga ajal menemuinya di Bolivia.
"Dia lelaki yang luar biasa. Dia mau memberikan hidupnya untuk menolong orang miskin," ujar Celida Caballero (77), istri dari Isidoro Rodriguez yang berjuang bersama Che Guevara di pegunungan Escambrary, Kuba, pada 1958.
Meskipun perjuangannya melawan liberalisme dan kapitalisme terhenti oleh terjangan peluru tentara Bolivia di hutan La Higuera, hingga kini semangat revolusi yang dikobarkan Che Guevara tak pernah padam. Bukan hanya di Kuba, di seluruh dunia dari Meksiko hingga Paris semua orang, mulai remaja hingga aktivis sayap kiri, memuja dan mengagumi perjuangannya.
Bahkan, kini semangatnya diadopsi beberapa kepala negara di Amerika Latin dalam melawan kapitalisme, sebut saja Presiden Venezuela Hugo Chavez, Presiden Ekuador Rafael Correa, Presiden Bolivia Evo Morales.
Mereka dalam memimpin seakan memersonifikasikan sosok Che Guevara dalam diri mereka, mulai gaya bicara, jalan politik, hingga cara berpakaian.
Lihatlah betapa bangganya Chavez mengenakan baret merah dalam acara resmi angkatan bersenjata di negaranya. "Setelah 40 tahun, Che masih menjadi simbol kebebasan, persatuan, kejayaan, serta keadilan dan kesamaan. Semangat revolusinya tetap hidup meski dalam abad ke- 20 bukan harus dilalui dengan angkat senjata, tapi memperjuangkan persamaan hak manusia," ujar Morales, kepada Reuters.
Benar katamu Che, "Terlalu menggelikan untuk membicarakan risiko karena revolusi akan menunjukkan kita bagaimana mengungkapkan perasaan cinta pada semua orang. Di mana pun kalian, jika merasa terusik dengan ketidakadilan, kalian adalah sahabat saya."
source : http://sekitarkita.blogsome.com/2007/10/08/jalan-merah-lelaki-melankolis/